Konflik yang masih terjadi di tanah Papua, disebabkan masih kurangnya pendekatan kultur dan sosial masyarakat Papua di negerinya sendiri. Kecenderungan lebih dikarenakan upaya yang dilakukan bangsa Indonesia sendiri masih mengandalkan kebijakan-kebijakan Pemerintah. Sebaik apapun upaya yang dilakukan Pemerintah, tetap tidak akan banyak membantu. Dibutuhkan peran serta masyarakat dari kultur lain yang sebangsa serta LSM untuk meningkatkan hubungan sosial antar etnis di Papua.
Pulau Papua yang luasnya kurang lebih 3,5 kali pulau Jawa yang secara ekologis terdiri atas empat zona yang masing-masing menunjukkan diversifikasi terhadap system mata pencaharian mereka berdasarkan kebudayaan dan sebaran suku bangsa-suku bangsanya. Menurut Malcoln dan Mansoben(1987; 1990), kelompok etnik yang beraneka ragam di Papua tersebar pada empat zona ekologi yaitu:
(1) Zona Ekologi Rawa atau Swampy Areas, Daerah Pantai dan Muara Sungai atau Coastal & Riverine,
(2) Zona Ekologi Daerah Pantai atau Coastal Lowland Areas,
(3) Zona Ekologi Kaki-Kaki Gunung serta Lembah-Lembah Kecil atau Foothills and Small Valleys, dan
(4) Zona Ekologi Pegunungan Tinggi atau Highlands. Orang-orang Papua yang hidup pada mitakat atau zona ekologi yang berbeda-beda ini mewujudkan pola-pola kehidupan yang bervariasi sampai kepada berbeda satu sama lainnya. Penduduk yang hidup di wilayah zona ekologi rawa, daerah pantai dan muara sungai |Sumber|
Opini yang berkembang dimasyarakat sendiri lebih banyak menyorot kehidupan sosial di tanah papua yang tidak merata, meski sebenarnya daerah-daerah lainpun juga mengalami hal yang sama. Namun perlu digarisbawahi kehidupan sosial yang plural dan saling berkaitan antara kultur-kultur secara nasional lebih banyak memberikan rasa kebersamaan dan persaudaraan yang lebih baik, sehingga masyarakat suku-suku tersebut tidak merasa sendiri atau ditinggalkan oleh masyarakat suku lainnya.
Bangsa merupakan kumpulan suku-suku yang memiliki cara hidup dan kepentingan yang sama dalam suatu wilayah untuk membangun kekuatan bersama antar suku. Masyarakat papua harusnya tidak terpinggirkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, mereka tetap harus menjadi bagian dari kesatuan bangsa. Kultur masyarakat Papua sedikit atau banyak tetap mempengaruhi kehidupan bangsa Indonesia.
Kultur masyarakat Jawa, Melayu, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Bali, Nusa tenggara, jika kita perhatikan, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan kultur masyarakat Papua. Tentu tidaklah pantas menjadikan persoalan kultur sebagai sebab konflik di tanah papua. Konflik yang lebih bernuansa politis jangan sampai membuat masyarakat kultur terprovokasi, karena politik memiliki tujuan-tujuan tertentu yang belum tentu bertujuan mempertahankan kultur atau memperbaikinya tapi malah sebaliknya menenggelamkan kultur itu sendiri dengan visi dan misi yang tidak dimengerti oleh masyarakat kultur.
Sudah seharusnya masyarakat diseluruh negeri bersama LSM harus segera mengupayakan untuk menutup jalan provokasi-provolasi politis yang hanya akan mengaburkan kehidupan kultur yang mungkin juga akan menimpa masyarakat kultur daerah lain. Politik memang kejam, bukan berarti politik adalah pemenang. Hubungan sinergis antara suku-suku yang merupakan akar bangsa ini harus membatasi semua pergerakan politik yang mungkin merugikan seluruh komponen bangsa secara kultural.
0 komentar:
Posting Komentar