Konflik antara anggota Polri dan TNI di Sumatra Selatan, Kamis (7/3) kembali membuat catatan suram bagi Pemerintah Indonesia. Komplik yang mencapai puncak saat Mapolres Ogan Komering Ulu (OKU), diserang dan dibakar sekelompok anggota TNI dari Batalyon 76/15 Armed Tarik Martapura, mengakibatkan 8 anggota Polri mengalami luka-luka. Konflik brutal ini juga mengakibatkan banyak warga kota Baturaja, Sumatera Selatan dilanda ketakutan dan kekhawatiran.
Konflik di OKU awalnya, dipicu oleh persoalan pribadi, antara Brigadir Wijaya, anggota Polantas Polres OKU dan Pratu Heru Oktavianus dari Batalyon 76/15 Armed, akhir Januari 2013. Heru kabarnya tewas ditembak dan Wijaya ditetapkan sebagai tersangka. Rekan-rekan satu korp Heru yang mempertanyakan tindak lanjut kasus penembakan rekannya merasa tidak puas dengan tindak lanjut kasus penembakan rekan mereka dan ini yang menjadi alasan penyerangan dan pembakaran Mapolres OKU.
Tercatat sudah 26 kali bentrok anggota TNI dan Polri sepanjang 2012 yang menewaskan sebelas anggota dan 47 anggota lainnya luka-luka baik TNI maupun Polri. Persoalan yang kurang mendasar sebagai pemicu konflik, selalu menjadi alasan kedua belah pihak untuk bertahan pada sikapnya sendiri-sendiri. Profesionalitas dua korps yang selama ini menjadi alat kebijakan-kebijakan korps, seperti tenggelam oleh solidaritas maupun emosional yang tidak pada tempatnya.
Konflik juga terjadi akibat kurangnya koordinasi antara korps terutama berkaitan dengan prosedur penegakan hukum yang dijalankan anggota Polri maupun prosedur keamanan yang dijajalankan oleh anggota TNI. Kebanyakan anggota TNI kurang begitu mengetahui bagaimana sebenarnya anggota Polri bertindak, begitu juga anggota Polri juga kurang begitu memahami bagaimana sebenarnya anggota TNI itu bertindak atau bertugas. Komitmen untuk menjaga rahasia korps juga bisa menjadi alasan konflik, demi mempertahankan rahasia korps baik anggota TNI atau Polri pasti akan mempertahanakan sekuat-kuatnya.
Wajar jika Presiden SBY menaruh perhatiannya pada konflik ini. Bukan saja beliau memang memahami situasi konflik ini, tapi juga konflik ini bisa saja mewakili persoalan-persoalan yang juga terjadi di seluruh negeri, dimana salah pengertian diantara kedua korps bisa meletup kapan saja dan dimana saja. Sebagai alat negara, sudah sepatunya untuk saling berkoordinasi dan saling mengenal terutama dalam persoalan prosedur dan kebijakan-kebijakan masing-masing korps dalan menjalankan tugasnya guna mencapai titik temu.
Kita tentunya berharap, kedua belah pihak baik anggota TNI maupun anggota Polri mencari langkah-langkah kongkret dalam menyesaikan persoalan klasik ini yang masih terus terjadi, apakah kesepakatan ataukah MoU yang bisa dijadikan dasar atau alasan agar komplik tidak terus berulang-ulang. Baik pihak TNI maupun Polri juga tidak perlu malu-malu dan terbuka saja mengakui bahwa komplik yang sering terjadi ini memang sebuah realita yang sudah umum diketahui banyak orang, dengan demikian akan memudahkan langkah-langkah yang lebih bijak lagi dalam mencari solusi yang relevan dalam penyelesaian konflik yang terjadi. |Reference: republika.co.id | Image: indonesiamedia.com
0 komentar:
Posting Komentar