Kamis, 03 Januari 2013

Konflik di Suriah terus berlanjut


Sepanjang tahun 2012, konflik militer antara pemberontak/oposisi dan pihak pemerintahan Assad belum juga menemukan titik terang. Kekerasan demi kekerasan terus terjadi.  Informasi yang dilansir oleh Reuter melalui aktivis oposisi, melaporkan  sedikitnya 11 orang tewas dan 40 terluka ketika sebuah bom mobil meledak di sebuah pompa bensin penuh sesak di ibukota Suriah Damaskus pada hari Kamis. 

Konflik yang telah berlangsung selama 21 bulan yang terjadi antara  Pemerintah Suriah terhadap para aktivis oposisi yang bertujuan untuk menggulingkan Presiden Bashar al-Assad, telah banyak menimbulkan kerugian baik secara materi maupun mental.  Konflik ini merupakan yang terlama berlangsung di Suriah dibandingkan dengan negara-negara jiran mereka dalam usaha rakyat negara-negara Arab untuk  menuntut demokrasi di negara mereka.

Keluarga Assad telah memerintah selama 42 tahun sejak ayahnya merebut kekuasaan dalam sebuah kudeta. Perang terjadi bukan saja persoalan demokrasi tapi juga hal lain yang menjadi pemicu perlawanan aktivis oposisi di antaranya persoalan klasik di tanah Arab antara kaum Muslim Sunni dan Syiah. Mayoritas para aktivis oposisi merupakan kaum Muslim Sunni berfaham wahabi yang tidak menyukai eksistensi Syiah di Suriah. Hal ini menjadi kekhawatiran Pemerintah Al Assad akan adanya konflik horizontal antara warga sipil yang berfaham sunni wahabi dan Syiah. Pemerintah Al Assad  tentu akan berusaha mencegah dan melakukan cara apa saja untuk mempertahankan keamanan dan keutuhan pemerintahannya dari serangan kaum pemberontak/oposisi.

Diperkirakan warga dari pihak oposisi maupun pemerintahan yang tewas di Suriah saat ini melebihi 60.000, bahkan PBB menyatakan sekitar 100.000 lebih lainnya mungkin tewas tahun ini, saat memperingatkan utusan Liga Arab untuk PBB, Lakhdar Brahimi. Setelah sekitar 220 orang terbunuh pada hari Rabu kemarin. 
Konflik yang telah berlangsung hampir 21 bulan ini merupakan bias dari gejolak politik yang di awali oleh Tunisia yang berakhir dengan pemisahan  menjadi dua negara, kemudian konflik berlanjut ke Mesir, Libya, Bahrain hingga Saudi Arabia. Namun konflik di Suriah ini merupakan yang terlama dan paling berdarah karena banyaknya  kelompok-kelompok pemberontak yang memiliki kepentingan berbeda dalam konflik di Suriah salah satunya adalah kelompok ISIS yang berusahan mendirikan kekhalifahan di Suriah dan Irak.

Tidak seimbangnya antara kekuatan milisi pemberontak/oposisi  dengan pasukan Pemerintahan Assad yang hampir menguasai persenjataan militer canggih ditambah dengan pesawat tempur, semakin membuat terdesaknya para milisi. 

Liga arab sendiri belum menunjukkan upaya yang optimal ke arah penyelesaian konflik di Suriah, tentunya hal ini terjadi karena kurang percayanya Assad terhadap liga arab yang cenderung berpihak pada aktivis pemberontak/oposisi yang juga mendapat dukungan barat terutama AS.  Media-media barat justru cenderung memutarbalikan berita tentang konflik di Suriah yang lebih memojokkan Pemerintah Suriah. Hal ini merupakan agenda barat untuk menjatuhkan legitmiasi Pemerintahan Assad yang selalu berseberangan dengan barat terutama menyangkut konflik di Palestina.

Jika PBB tidak bersikap proporsional dalam konflik di Suriah ini, dan lebih mendengarkan dan menyikapi kebijakan negara barat dalam konflik ini, bukan tidak mungkin konflik Suriah akan menjadi konflik paling berdarah dalam 20 tahun terakhir ini, setelah konflik etnis di Bosnia herzegovina.  Kita tentunya berharap konflik ini tidak berulang lagi di kehidupan kaum muslim saat ini dan seterusnya.



Related post :


0 komentar:

Posting Komentar