Kemiripan Bumi dan Bulan dengan Asteroid Besar Tata Surya

NASA dan peneliti internasional telah menemukan bahwa bulan bumi memiliki lebih banyak kesamaan daripada yang diperkirakan sebelumnya...

Situs-situs Sosial dalam Pengembangan Bisnis Kecil

Ada sejumlah besar situs sosial yang dapat digunakan dalam pengembangan bisnis kecil sebagai bagian dari strategi web marketing...

SEKILAS TENTANG PESAWAT KEPRESIDENAN RI, BOEING 737-800

Pesawat Boeing 737-800 untuk presiden RI ini diproduksi Boeing Company sejak 2011. Pesawat yang memiliki rentang sayap 35,79 meter, tinggi 12,50 meter, dan panjang 38 meter...

Seputar Rencana Penandatanganan MoU antara PBNU dan Muhammadiyah dengan Vatikan

Penandatanganan nota kesepahaman (MoU) yang rencananya akan dilaksanakan pada akhir tahun ini antara dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) dengan Vatikan ...

Kebijakan Mobil Murah ditengah krisis BBM

Kebijakan Pemerintah RI melalui Menteri Perindustrian yang akan mengeluarkan kebijakan terkait dengan mobil murah...

Minggu, 10 Mei 2015

Semakin kuatnya kemungkinan Reshuffle kabinet Pemerintahan Jokowi-JK

Angin dukungan kepada pemerintahan Jokowi-JK untuk segera melakukan reshuffle di tubuh kabinetnya semakin kencang berhembus. Reshuffle ini dimunculkan karena banyaknya program pemerintah yang dinilai tidak berjalan.

Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (Kedai Kopi) merilis hasil survei evaluasi pemerintahan Jokowi-JK dalam 6 bulan terakhir. Surve ini melibatkan 450 responden dengan margin error +/- 4,62% dan dilaksanakan pada tanggal 24-30 April 2015.
Survei dilakukan dengan wawancara tatap muka dan sampel dipilih secara acak.

"56 persen masyarakat menilai perlu dilakukan reshuffle kabinet, 37% masyarakat menyatakan tidak perlu reshuffle, dan 7% menyatakan tidak tahu atau tidak jawab," kata peneliti Kedai Kopi Hendri Satrio, di Kedai Tjikini, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (10/5/2015).

"38,4%‎ itu ingin reshuffle setelah 1 tahun masa pemerintahan. Lalu 22,2% itu baiknya reshuffle setelah 6 bulan masa pemerintahan," lanjut Hendri.

Dalam survei ini, masyatakat juga berharap jabatan menteri nantinya setelah dilakukan reshuffle diisi oleh orang-orang yang berasal dari kalangan profesional. Sekitar 48 persen masyarakat mendukung penambahan alokasi jatah bagi para profesional di kabinet Jokowi-JK.

"Tidak ditambah profesional itu 40 persen, dan tidak tahu 12 persen," ucapnya.

Hasil survei juga menyebut bahwa saat ini masyarakat banyak mengeluhkan tentang naiknya sejumlah harga kebutuhan bahan pokok. "Persoalan paling pokok yang tengah dirasakan publik 57,1 persen itu dari harga kebutuhan pokok yang mahal," kata Hendri. 

Setelah harga sembako yang mahal, masyarakat juga mengeluhkan naiknya harga BBM dengan persentase sebesar 20,2 persen, disusul kemacetan 8,2 persen, susah mencari kerja 5,3 persen, tidak ada rasa aman 3,1 persen, dan biaya berobat yang mahal 1,3 persen, serta banjir 1,1 persen.

Secara umum, hinga enam bulan terakhir pemerintahan Jokowi-JK, 65,6 persen mengaku tidak puas dengan kinerja pemerintah. Hanya sekitar 31,3 persen yang menyatakan puas dan sisanya 3,1 persen menjawab tidak tahu.

"Janji-janji kampanye Jokowi-JK seperti yang tertuang dalam Nawa Cita juga mendapatkan rapor merah dari publik. Ketidakpuasan publik terhadap kinerja pemerintah merata pada semua segmen seperti pendidikan, pendapatan, usia, dan wilayah," terangnya


Sumber : news.detik.com

Kamis, 07 Mei 2015

KPK dan Polri semakin jauh berseberangan

Perseteruan antara KPK dan Polri semakin memanas setelah tim dari Bareskrim Mabes Polri menjemput paksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan dari rumahnya di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Jum’at (01/05/2015) dini hari guna pemeriksaan terkait kasus dugaan penganiayaan  terhadap enam pencuri sarang burung walet di Bengkulu pada tahun 2004.
Photo: medeka.com

Secara akal sehat sulit untuk mencari pihak mana yang pantas didukung, institusi Polri begitu arogan dengan tindakan yang bisa dikatakan sebagai tindakan kesiangan.  Seharusnya jika apa yang dilakukan Novel di tahun 2004 merupakan tindakan kriminal, maka tidak ada alasan bagi Polri untuk tidak mengusutnya dalam waktu dekat di tahun 2004. 
Sampai begitu seriusnya kasus ini, malah Novel dipromosikan sebagai penyidik KPK.  

Kondisi ini menceriminkan adanya sisi hitam dan putih Polri, mana kala ada hal yang menguntungkan bagi segolongan orang di Polri mereka akan memberikan dukungan dan berusaha menutupi kekurangan-kekurangan yang terjadi meski itu merupakan sebuah pelanggaran hukum. Disamping itu jika kondisi terasa merugikan bagi segolongan orang di tubuh Polri maka mereka dengan serta merta membuka boroknya seakan mereka membongkar kasus tersembunyi.

Apapun istilahnya, jelas sekali ada suatu kebijakan tak tercatat di Polri bagi anggotanya, sebagai jaminan untuk bertindak sesuai arahan institusi dengan politisasi rekam jejak anggotanya sebagai jaminan dan akan menjadi bom waktu jika suatu saat nanti di perlukan.
Polri sebagai institusi negara memang berhak memiliki kebijakan internal bagi anggotanya untuk menjaga loyalitas, moralitas maupun dedikasi sebagai penegak hukum, tak terkecuali bagi anggotanya yang sedang bertugas di luar otoritas Polri.

Keinginan Polri maupun KPK untuk saling bersinergi, sepertinya makin sulit terwujud manakala ada usaha dari segolongan pihak di Polri untuk membatasi atau bahkan menghindarkan institusi Polri dari upaya penyidikan KPK.  Hendaknya harus ada suatu kebijakan dalam penyidikan institusi yang juga berperan sebagai penyidik, ada tumpang tindih antara KPK dan Polri. Seharusnya penyidikan KPK terhadap Polri melibatkan unsur pihak ketiga seperti Kajaksaan atau LSM sebagai media.  Begitupun sebaliknya penyidikan Polri terhadap anggota KPK juga melibatkan unsur pihak ketiga juga sehingga tidak terkesan seperti duel antara institusi penyidik.

Kita harapkan Pemerintahan Jokowi bisa lebih peka lagi mencermati kompleksitas masalah di negeri ini yang semakin berkembang tak beraturan di bidang hukum, politik, ekonomi maupun sosial.