Ironis, itulah yang terjadi. Di saat organisasi buruh di seluruh dunia memperingati hari buruh sedunia atau Mayday, di Tangerang Indonesia justru 30 buruh sebuah pabrik kuali mengalami kerja paksa dengan gaji kontrak yang belum dibayar selama 6 (enam) bulan juga ditambah beberapa penyiksaan oleh para mandor pabrik. Ini mengingatkan kita pada bentuk kerja paksa di jaman penjajahan jepang yang disebut Romusha. Bisa jadi bentuk kerja paksa dengan penyiksaan di Tangerang ini sebut saja Neo Romusha.
Image: Romusha jaman Jepang /menujuhijau.blogspot.com |
Dari sumber yang dikutip dari news.okezone.com, mengabarkan, sembilan buruh warga Kabupaten Lampung Utara, Lampung, yang disiksa mandor dan pemilik pabrik di Kabupaten Tengarang, Banten, terpaksa menjalani perawatan di rumah sakit. Seperti diketahui, lebih dari 30 buruh pabrik kuali mengalami penyiksaan fisik, disiram air keras dan dipukuli oleh mandor dan pemilik pabrik. Gaji mereka juga tidak dibayar.
Sembilan buruh berasal dari Lampung Utara, 22 dari Cianjur, dan satu dari Bandung.
Kasus ini terbongkar setelah beberapa buruh melarikan diri dan menceritakan apa yang mereka alami ke masyarakat dan polisi.
Pemerintah terutama Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, telah kecolongan. Praktik yang pernah ada di era kolonial ternyata masih eksis di masa sekarang. Apakah ini bagian dari warisan buruk jaman kolonial ? Apapun alasannya, sudah pasti tindakan seperti pengusaha dengan mandor-mandornya ini merupakan praktik kezaliman yang nyata. Siapapun komponen masyarakat harus memusnahkan praktik seperti ini jika pemerintah lamban apalagi lalai menyikapi praktik zalim seperti itu.
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar telah menginstruksikan petugas pengawas ketenagakerjaan Kemenakertrans dan Kabupaten Tangerang untuk berkoordinasi dan bergabung dengan Polres Tangerang dalam rangka mengidentifikasi tindak pidana bidang ketenagakerjaan.
Beliau menyatakan "Ini merupakan kasus pelanggaran aturan ketenagakerjaan yang sungguh berat. Saya minta agar para pelakunya dituntut secara pidana dengan tuntutan hukum yang berat," kata Muhaimin dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (4/5/2013).
Harapan kita pemerintah bukan saja merespon dengan tindakan dan kebijakan, tapi bagaimana mengusahakan praktik ini tidak berulang lagi. Hukuman berat bagi pelaku belum tentu bikin jera. Aktivitas pengusaha, terutama industri-industri perlu dipantau dengan melibatkan berbagai komponen di masyarakat. Sehingga tidak ada alasan lagi bagi Pemerintah kendala tenaga pengawas yang kurang menjadi sebab atau dalih kalau sudah melibatkan berbagai komponen masyarakat terutama mereka yang peduli dengan hak asazi manusia dan kesejahteraan masyarakat.
0 komentar:
Posting Komentar